Sabtu, 30 April 2016

Haruskah Kita Miskin ?

"Apakah kemiskinan itu?"
"Miskin berarti tidak mempunyai sesuatu apapun untuk diberikan kepada orang lain, baik itu wujud material maupun bukan material."
     Ironisnya, secara umum Kemiskinan menjadi bahan permasalahan yang prioritas dalam suatu pembangunan perekonomian suatu bangsa. Berbagai cara hampir dilakukan manusia untuk memenuhi perutnya, entah dengan cara apa manusia itu mengisi perutnya. Akibatnya menusia berusaha menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan sesuap nasi, bahkan demi mendapatkan sebatang rokok. Berbagai permasalahan timbul dengan sendirinya akibat maraknya kemiskinan yang terus menonjolkan tingkat angka kemiskinan di berbagai negara, khususnya negara kita Indonesia. Pencurian, kekerasan, pembunuhan bahkan, harga diri pun rela di jual untuk memenuhi anggota badan bagian tengahnya. Dan itu semua adalah sudah sangat jelas bentuk “Keharamannya”. Sedangkan Allah memerintahkan kita untuk mencari rezeki yang halal dan baik.
     Pada umumnya pernyataan
menjadi orang miskin adalah suatu kehinaan, karena orang miskin itu tidak mempunyai apa-apa, karena orang miskin itu lemah, dan karena miskin itu tersingkirkan. Itu semua adalah salah dan belum tentu sesuai dengan realta yang ada. Orang miskin mampu menjadi dermawan, orang miskin mampu menjadi kaya, orang miskin mampu menjadi kuat. Persoalan ini bukan masalah banyak atau sedikitnya harta yang kita miliki sebagai manusia, melainkan seberapa besar rasa Tawakkal, qona’ah atas apa yang telah Allah berikan kepada kita. Allah tidak pernah melarang hambanya menjadi orang sangat kaya raya, sangat berkecukupan, akan tetapi sebenarnya Allah menitipkan harta itu kepada beberapa manusia, untuk menolong sesama manusia. Zakat, shodaqoh, dan infaq menjadi jembatan bagi para orang berkecukupan tersebut.
     Allah menciptakan segala sesuatunya secara berpasangan, sebagaimana Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman :


وَأَنَّهُ هُوَ أَمَاتَ وَأَحْيَا
Artinya :"dan Dia-lah yang menjadikan orang tertawa dan menangis."
(QS. An-Najm:43)


ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﻫُﻮَ ﺃَﻣَﺎﺕَ ﻭَﺃَﺣْﻴَﺎ
Artinya : "dan Dia-lah yang mematikan dan menghidupkan."
(QS. An-Najm:44)


ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﺰَّﻭْﺟَﻴْﻦِ ﺍﻟﺬَّﻛَﺮَ ﻭَﺍﻟْﺄُﻧﺜَﻰ
Artinya : "dan Dia-lah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan. "
(QS. An-Najm:45)


ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﻫُﻮَ ﺃَﻏْﻨَﻰ ﻭَﺃَﻗْﻨَﻰ
Artinya : "dan Dia-lah yang memberikan kekayaan dan kecukupan."
(QS. An-Najm:48)


Dan perhatikan pada Al-Quran Surat An-Najm : 48, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberikan kekayaan dan kecukupan, bukan kekayaan dan kemiskinan.

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala hanya memberikan kekayaan dan kecukupan kepada hamba-hamba Nya bukan kemiskinan seperti yang telah kita sangkakan.
استغفرالله العظيم , Ternyata yang menciptakan kemiskinan adalah diri kita sendiri. Kemiskinan itu selalu kita bentuk dalam pola pikir kita.
     Itulah hakikatnya, mengapa orang-orang yang pandai bersyukur walaupun hidup cuma pas-pasan tapi ia tetap bisa tersenyum?
Karena ia merasa cukup, bukan merasa miskin seperti kebanyakan orang lainnya
Bukan menjadi permasalahan kita kaya atau miskin, karena Allah tidak memandang dari segi materi. Melainkan Allah menilai seorang hambanya dari iman dan ketaqwaan hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Minggu, 24 April 2016

Marah yang Sabar




Marah merupakan anugerah Allah SWT yang difitrahkan kepada manusia, hewan dan mahluk lainnya. Allah menganugrahi manusia sifat marah, yang salah satu tujuan untuk menguji manusia akan keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. 
Bagaimana kita mampu  menyalurkan amarah ini secara terpuji  atau  disalurkan dengan adab marah yang santun. Sehingga kemarahan kita memiliki tujuan yang bermanfaat bagi orang lain atau lingkungan sekitar. Bisa kita diskripsikan dengan sifat Sabar. Ingat kasih sayang dalam Islam, marah yang sabar, menjadi insan dan  ihsan Alkamil
      Salah satu contoh  marah yang terpuji, misalnya jika ada perbuatan yang bertentangan dengan perintah Allah SWT, seperti perbuatan merusak moral, perbuatan jahat yang dilarang agama maka Rasulullah SAW akan marah. Namun beliau belum pernah memukul pembantu dan wanita dengan tangan beliau, untuk urusan dunia sehari-hari, rasul mencontohkan dan menganjurkan kita untuk lebih banyak bersabar.
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha ditanya tentang akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia menjawab, “Akhlak beliau adalah Al-Qur`ân.” [HR Muslim), Maksudnya berakhlak mulia sesuai Al-Quran, beliau ridha karena keridhaan Al-Qur`ân dan marah karena kemarahan Al-Qur`ân. 
Ajaran untuk bersabar. 
  • Sabar menghadapi cobaan hidup. Seorang datang kepada nabi dan berkata : “Nasehatilah saya!” Rasulullaah bersabda “Janganlah kamu marah!” orang itu berkali-kali meminta nasehat Rasulullaah, tetapi Rasulullaah tetap menjawab dengan “Janganlah kamu marah!” (HR. Bukhari).“Bukanlah orang kuat itu dengan menang bergulat, tetapi orang yang kuat ialah orang sabar yang dapat menguasai dirinya ketika marah”. (HR. Muslim ). 
  • Sabar dalam keluarga : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS. At Taghabun :14). 
  • Menahan amarah dan memaafkan orang lain. “…Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan” [Ali ‘Imrân : 134]
Manfaat mengendalikan marah.
  • Hubungan link social  tetap baik, karena kita menghindari permusuhan yang berakibat jangka panjang.
  • Mendapatkan bidadari, “Barangsiapa menahan amarah padahal ia mampu melakukannya, pada hari Kiamat Allah  akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk, kemudian Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia sukai” [ HR Ahmad , Abu Dawud , at-Tirmidz].
  • Masuk surga, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang sahabatnya, “Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk Surga” [ HR. ath-Thabrani).“Wahai Rosululloh, ajarkanlah kepada saya sebuah ilmu yang bisa mendekatkan saya ke surga dan menjauhkan dari neraka.” Maka Rasulullah bersabda,“Jangan tumpahkan kemarahanmu, niscaya surga akan kau dapatkan.” (HR. Thobrani)

Tips  untuk meredam marah / amarah dalam Islam, antara lain :
  • Berlindung kepada Allah : dari godaan setan. “Dan jika setan datang mengodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui” [Qs. Al A’râf : 200].
  • Ucapkan kalimat-kalimat yang baik, berdzikir, dan istighfar.
  • Diam, tidak mengumbar amarah. “Apabila seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam” [Shahîh. HR Ahmad , al-Bukhâri]. 
  • Tersenyum dalam hati.
  • Berwudhu’.
  • Ubah posisi, “Apabila seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri, hendaklah ia duduk; apabila amarah telah pergi darinya, (maka itu baik baginya) dan jika belum, hendaklah ia berbaring” [HR.  Ahmad, Abu Dawud , dan Ibnu Hibban].
  • Jauhkan hal-hal yang membawa kepada kemarahan, memberikan hak badan untuk beristirahat.
  • Ingat psikologis jelek dari amarah, ingatlah keutamaan orang-orang yang dapat menahan amarahnya.
  • Do'a ketika Marah :”Aku memohon kepada-Mu perkataan yang benar pada saat marah dan ridha” [HR.  Ahmad ,an-Nasâ`i ].

Sabtu, 23 April 2016

Kasih Sayang Agama Islam



 “Sayangilah manusia sebagaimana engkau menyayangi terhadap dirimu sendiri”. (HR Bukhori, Muslim).
“Barang siapa tidak mengasihi, maka ia tidak dikasihi”. (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad).
“Sesungguhnya Allah yang mencipkatan rahmat itu, pada hari Ia menciptakan sebanyak 100 bagian. Ia menggenggam 99 bagian dan menurunkannya ke Bumi hanya satu bagian dari rahmat tersebut, Dengannya (satu rahmat tersebut) seluruh mahluk saling mengasihi, sampai binatang melatapun mengangkat kukunya, khawatir mengenai anaknya” (HR Bukhari ).
“Tuhanmu telah menetapkan atas diri Nya kasih sayang”.(QS. Al An'am : 54). “Tuhanmu mempunyai rahmat yang luas”. (QS. Al An'am :147). “
RahmatkKu meliputi segala sesuatu”. (QS. Al A'raf: 156)
“Sesungguhnya rahmat-Ku menghapus kemurkaan-Ku” (HR Tarmizi , Ibnu Majah)
Manfaatnya
Islam membawa rahmat bagi alam semesta, kita diminta untuk menyayangi sesama, karena perbuatan tersebut adalah perbuatan mulia dan akan diberikan balasan yang baik :
1. Disayangi oleh Allah : “Sesungguhnya Allah akan menyayangi hamba-hambanya yang dikarunia sifat kasih sayang”. (HR. Bukhari , Muslim , Ahmad).
2. Dikategorikan beriman : “Tidak beriman seseorang di antara kamu sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri”. (HR. Bukhari, Muslim)
3. Dikategorikan beriman dan masuk surga : “Demi diriku yang ditangan kekuasaan Allah, tidak dapatlah kamu masuki surga kecuali dengan beriman. Dan kamu belumlah beriman kecuali dengan saling menyayangi sesama kamu. Maukah kutunjukkan padamu akan sesuatu, yang jika kamu melaksanakan maka kamu akan menjadi berkasih sayang? maka ucapkanlah salam diantara kamu”. (HR. Muslim)
4. Diberikan cahaya.  “Jagalah selalu kecintaan ayahmu dan janganlah engkau memutuskannya. Karena yang demikian (jika sampai putus) Allah akan memadamkan cahaya darimu”. (HR. Bukhari, Muslim).
5. Akan mendapat balasan, jika mengasihi maka akan dikasihi, “Barang siapa tidak mengasihi, maka ia tidak dikasihi”. (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad).
Larangannya
1. Jangan bersikap kasar, “Bukan orang mukmin orang yang suka mencela, mengutuk, berkata keji dan berkata kotor (HR Bukhari, Muslim). : “Sungguh ada seorang hamba yang mengucapkan satu kata (buruk) sehingga ia terjerumus ke dalam neraka lebih dalam dari jarak antara timur dan barat” (Shahih Muslim ).
2. Jangan berbuat jahat, Kita dilarang berbuat jahat kepada orang lain : “Jauhilah kezaliman, sesungguhnya kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat. Jauhilah kekikiran, sesungguhnya kekikiran telah membinasakan (umat-umat) sebelum kamu, mereka saling membunuh dan menghalalkan apa-apa yang diharamkan”(HR. Bukhari). Tuhan akan memberikan siksa bagi yang berbuat zalim : “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras”.(Qs. Hud :102)
3. Jangan membuat kerusakan. Kita dilarang merusak kehidupan manusia, sesama mahluk dan alam sekitar,  “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi” (QS. Al Baqarah :11),  “janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan”. (QS. Al Baqarah :60).
4. Larangan membunuh.
4.1. Membunuh orang tak berdosa sama dengan membunuh semua umat manusia, memelihara kehidupan seorang seolah-olah memelihara kehidupan semua orang.
Membunuh seseorang adalah dosa besar , Allah swt berfirman “Oleh karena itu Kami tetapkanbagi Bani Israel, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya………”(QS. Al Ma'idah :32) . Allah Swt mengingatkan bangsa yahudi agar tidak membunuh, tetapi sebenarnya tujuannya juga mengingatkan kepada semua umat. Kita juga dianjurkan untuk menyelamatkan manusia untuk menyelamatkan kehidupan. 
4.2. Membunuh sesama muslim adalah terlarang.
Membunuh sesama muslim sangat dilarang : “Memaki orang yang beragama Islam hukumnya fasik (berdosa) sedangkan membunuh orang Islam hukumnya kafir” (HR Bukhari, Muslim). “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya” (QS. An Nisa : 93), jika ada perselisihan sebaiknya kita mendamaikannya.
 “Barang siapa mengajak orang kepada kebaikan, maka dia akan mendapat pahala seperti pahala orang-orang yang mengikuti-nya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun………….“ (HR. Muslim)

Kamis, 21 April 2016

Tutup Aib


Menutupi aib orang lain merupakan sikap yang mulia, Ihsan AlKamil. Orang yang berupaya menutupi aib saudara-saudaranya adalah orang yang mulia dan akan mendapatkan keutamaan. Keutamaan yang akan didapatkan ketika menutupi aib orang lain akan menjadikan aib kita ditutup oleh Allah SWT, baik ketika kita di dunia maupun akhirat.
   Setiap orang tidak luput dari aib karena manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Dan, aibnya itu bisa terbuka kapan dan di manapun ia berada. Sikap yang terbaik yang harus kita lakukan saat aib saudara kita terbuka adalah dengan menutupi aibnya dan janganlah menghinanya atas aibnya tersebut
   Rasulullah SAW bersabda, “Dan, barangsiapa yang menutupi (aib) seorang Muslim sewaktu di dunia maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat. Sesungguhnya, Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selama ia menolong saudaranya.” (HR Tirmidzi).
   Rasulullah SAW bersabda, “Siapa melihat aurat (aib orang lain) lalu menutupinya maka seakan-akan ia menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup.” (HR Abu Daud).
Lebih daripada itu, akan mengantarkan kita masuk ke dalam surga-Nya. Ath-Thabrani meriwayatkan dalam al-Ausath dan ash-Shaghir dengan sanadnya dari Abu Sa’id al-Khudri RA ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang Muslim melihat aurat (cacat) saudaranya lalu menutupinya kecuali pasti akan masuk surga.”
Menjaga kehormatan dan hubungan / silaturahmi persaudaraan dengan saudara kita seharusnya kita bina dan Allah SWT menutupi aib kita, menjaga kehormatan kita, dan memasukkan kita ke dalam surga-Nya

Rabu, 13 April 2016

Generasi Islam Kaffah

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sebaik- baik generasi adalah generasi di mana Aku berada di sana. 
Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam selama masih hidup menyampaikan ayat demi ayat kepada para shahabatnya, dipahamkan oleh Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam kepada mereka, kemudian dipahami oleh para shahabat dan diamalkan oleh mereka, demikian terus sampai turun ayat ; ‎ “ Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam itu jadi agama bagi kalian ” [QS. Al-Ma'idah : 3]

Bahwasannya Islam kaffah, yang telah bersifat seutuhnya/ menyeluruh dari seluruh aspeknya, adalah Islam yang telah diterima oleh para shahabat secara langsung dari Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam dan mereka amalkan di bawah pengawasan Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam, bahkan pangawasan Allah 
Subhanahu wa Ta’ala.
Kalau ada sesuatu yang tidak benar atau salah, maka turun ayat mengingatkan tentang suatu peristiwa, atau turun ayat lagi merinci permasalahan tersebut. Pengawasan langsung dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menurunkan syari’at ini.
Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 “Sebaik- baik generasi adalah generasi di mana Aku berada di sana.” 
Dalam seluruh urusan agama, akhlaknya para shahabat terbaik, imannya juga yang terbaik. Ibadahnya, baik tingkat kualitas maupun tingkat kuantitas, para shahabat adalah yang terbaik. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwa sallam tegas menyatakan, bahwa sebaik- baik generasi adalah generasi di mana Aku berada disitu.
Oleh karena itu, kita diperintahkan dalam syari’at ini, baik dalam Al-Qur’an maupun dalam sunnah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam, untuk senantiasa kembali kepada jejak mereka. Bagi yang ingin memahami Al-Qur’an, janganlah memahami Al-Qur`an dengan logika kita semata. Maka kembalikanlah pemahaman Al-Qur’an itu kepada generasi terbaik tersebut, yang lebih dari kita dari semua sisinya. Ketika orang hendak menerapkan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, harus menengok bagaimana para shahabat menerapkannya.

Penerapan Islam secara kaffah adalah suatu kewajiban yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan kepada hamba-hamba-Nya kaum mu’minin.
Ini merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh setiap individu mu’min, bahwa dia harus menerapkan Islam secara kaffah, siapapun dia, apapun profesinya. “Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan masing- masing kalian akan dimintai pertanggunjawaban atas apa yang dipimpinnya.” ).
Seorang kepala rumah tangga maupun istri  juga berlaku atasnya perintah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam ayat :
 “Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke dalam islam secara kaffah (menyeluruh)… .” [QS. Al-Baqarah : 208]
 “Wahai orang- orang yang beriman, bentengi diri kalian dan keluarga kalian dari adzab neraka.” [QS. At-Tahrim : 6]
 “Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan masing- masing kalian akan dimintai pertanggunjawaban atas apa yang dipimpinnya.” ) “… seorang wanita (istri) itu sebagai penanggungjawab atas rumah suaminya serta putra-putrinya dan sekaligus dia (istri) tersebut akan dimintai pertanggungjawaban.” Istri punya kewajiban terkait dengan suami.
Syari’at telah menyebutkan, baik Al-Qur’an maupun As-Sunnah, berbagai kewajiban tersebut, maka seharusnya wajib mengetahuinya , menjadi generasi Islam Kaffah.

Selasa, 12 April 2016

Islam Kaffah

Islam kaffah maknanya adalah Islam secara menyeluruh/ seutuhnya dengan seluruh aspeknya, seluruh sisinya, yang terkait urusan iman, atau terkait dangan dengan akhlak, atau terkait dengan ibadah, atau terkait dangan mu’amalah, atau terkait dangan urusan pribadi, rumah tangga, masyarakat, negara, dan yang lainnya yang sudah diatur dalam Islam. Ini makna Islam yang kaffah.
  • Secara dhahir : tampak dalam berbagai amalan mereka, baik dalam urusan ibadah, akhlak, maupun muamalah.
  • Secara bathin : yakni dalam keikhlasan, kebenaran dan kejujuran iman, dan takwa. 
“ Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam itu jadi agama bagi kalian ” [QS. Al-Ma'idah : 3]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : ”Pada hari ini telah Ku-sempurnakan agama kalian dan telah Aku sempurnakan pula bagi kalian nikmat-Ku”, yakni nikmat Islam … sempurna pada hari itu “dan telah Aku ridhai Islam itu jadi agama bagi kalian” Jawabannya adalah : Islam ketika Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam masih hidup menyampaikan ayat demi ayat kepada para shahabatnya, dipahamkan oleh Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam kepada mereka, kemudian dipahami oleh para shahabat dan diamalkan oleh mereka, demikian terus sampai turun ayat Al-Maidah ini.Semua itu telah diterapkan para shahabat Rasulullah Shallahu ‘alaihiwa Sallam di bawah bimbingan langsung Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam secara berkesinambungan dari hari ke hari, dari tahun ke tahun. Ayat demi ayat turun, surat demi surat turun untuk mereka dengan disampaikan dan diajarkan langsung oleh Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam kepada mereka. 
Ketika turun ayat tentang ibadah, maka Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam langsung mempraktekkan ayat tersebut, yakni mempraktekkan bagaimana cara beribadah yang dimaukan dalam ayat tersebut. 
Ketika turun ayat tentang iman, maka Rasulullah Shallahu ‘alaihi waSallam pun merinci makna yang terkait dengan iman tersebut. Semua itu beliau lakukan dalam hadist- hadistnya, dalam keseharian bersama para sahabat.
Selama kurang lebih 23 tahun Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam mendidik mereka di atas iman yang kaffah, Islam yang kaffah, ibadah yang kaffah, sampai akhirnya turunlah ayat:
Ayat ini turun menjelang wafatnya Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Pada tanggal 9 Dzulhijjah ketika hajjatul wada’ (haji penghabisan/perpisahan) Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam.
Ayat ini turun di padang ‘Arafah, yang kemudian para sahabat memahami bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam akan berpisah dengan turunnya ayat ini. Mereka bersedih bahwa wahyu sudah akan segera berakhir.
Itulah Islam kaffah, islam yang diridhai oleh Allah ‘Azzawa Jalla. Itulah bentuk Islam yang Allah Subhanahu wa Ta’ala rela sebagai agama. Itulah bentuk pamahaman Islam yang telah diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yakni bentuk iman, bentuk ibadah, bentuk mu’amalah, serta bentuk akhlak yang ada pada hari itu.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Sebaik- baik generasi adalah generasi di mana Aku berada di sana.


Minggu, 10 April 2016

Al-Kamil yang Sempurna

     Insan Kamil atau manusia sempurna tidak sederhana seperti yang selama ini kita pahami, yaitu manusia teladan dengan menunjuk link pada figur Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT memilih manusia sebagai makhluk yang memiliki keunggulan atau ahsani taqwim (ciptaan paling sempurna) menurut istilah Alquran.
     Diantara seluruh mahkluk ciptaan Allah SWT, hanya  manusia yang paling siap menerima nama-nama dan sifat-sifat Tuhan. Makhluk lainnya hanya bisa menampakkan bagian-bagian tertentu. Bandingkan dengan mineral, tumbuh-tumbuhan, binatang, bahkan malaikat tidak mampu mengejawantahkan semua nama dan sifat-Nya.
Kesempurnaan manusia diungkapkan pula dalam ayat dan hadits. Dalam Alquran disebutkan, manusia diciptakan paling sempurna (QS. At-Tin: 4) dan satu-satunya makhluk yang diciptakan dengan “dua tangan” Tuhan (QS. Shad: 75), dan diajari langsung oleh Allah semua nama-nama (QS. Al-Baqarah: 31).
     Banyak dijelaskan hadits-hadits tasawuf tentang keunggulan manusia, seperti, Innallaha khalaqa ‘Adam ‘ala shuratih (Allah menciptakan Adam sesuai dengan bentuk-Nya). Oleh kalangan sufi, ayat dan hadis itu dinilai bukan saja menunjukkan lnk manusia sebagai lokus penjelmaan (tajalli) Tuhan paling sempurna, melainkan juga seolah menjadi nuskhah atau salinan. Menurut  Ibnu Arabi disebut as-shurah al-kamilah.
     Manusialah satu-satunya makhluk yang mampu mengejawantahkan nama dan sifat Allah baik dalam bentuk keagungan maupun keindahan Allah. Malaikat tidak mungkin mengejawantahkan sifat Allah Yang Maha Pengampun, Maha Pemaaf, dan Maha Penerima Taubat karena malaikat tidak pernah berdosa.
Tuhan tidak bisa disebut Maha Pengampun, Maha Pemaaf, dan Maha Penerima Taubat tanpa ada makhluk dan hambanya yang berdosa, sementara malaikat tidak pernah berdosa. Demikian pula makhluk-makhluk Allah lain yang hanya mampu mengejawantahkan sebagian nama dan sifat Allah. Dari sinilah sesungguhnya manusia disebut insan kamil.
Hanyalah mereka yang telah menyempurnakan syariat dan makrifatnya  benar yang layak disebut insan kamil. Manusia yang tidak mencapai tingkat kesempurnaan lebih tepat disebut binatang menyerupai manusia dan tidak layak memperoleh tugas kekhalifahan.
     Perlu ditegaskan kembali, kesempurnaan manusia bukan terletak pada kekuatan akal dan pikiran  yang dimilikinya, melainkan pada kesempurnaan dirinya sebagai lokus penjelmaan diri (tajalli) Tuhan. Manusia menjadi khalifah bukan karena kapasitas akal dan pikiran yang dimilikinya.
     Alam raya tunduk kepada manusia bukan pula karena kehebatan akal pikirannya, tetapi lebih pada kemampuan manusia mengaktualisasikan dirinya sebagai insan kamil. Kemampuan aktualisasi diri ini bukan kerja akal, melainkan kerja batin, yakni kemampuan intuitif manusia menyingkap tabir yang menutupi dirinya dari Tuhan.
     Kekuatan intuitif  dan rasa  jauh lebih dahsyat daripada akal pikiran. Tidak semua manusia secara otomatis mampu menjadi insan kamil. Ia memerlukan perjuangan dan mungkin perjalanan panjang. Tidak cukup bermodal kecerdasan logika dan intelektual. Yang lebih penting adalah kecerdasan emosional-spiritual.
     Modal utama menjadi khalifah di bumi pun tidak cukup dengan kecerdasan logika dan intelektual, tetapi diperlukan juga kualitas insan kamil. Saat alam dikelola manusia yang tidak berkualitas insan kamil, selain menimbulkan ancaman yang dikhawatirkan  yaitu kerusakan alam dan pertumpahan darah (QS. Al-Baqarah: 30), alam juga belum tentu mau tunduk kepada manusia.
Manakala manusia kehilangan jati dirinya sebagai insan kamil, pertanda berbagai krisis akan muncul. Sebaliknya, selama masih ditemukan kualitas insan kamil di muka bumi, sepanjang itu kiamat belum akan terjadi.
InsyaAllah, sudah sepantasnya kita sebagai manusia terus belajar meningkatkan link jati diri Insan Kamil

Rabu, 06 April 2016

Utuhnya Kaffah

   Islam secara kaffah : Islam secara menyeluruh/seutuhnya, yang Allah SWT perintahkan kepada kaum mukmin seluruhnya.
 “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kalian mengikuti jejak-jejak syaithan karena sesungguhnya syaithan adalah musuh besar bagi kalian.” [Al-Baqarah : 208]

   Memeluk dan mengamalkan Islam secara kaffah adalah perintah Allah SWT yang harus dilaksanakan oleh setiap mukmin, baik pribadi atau pun masyarakat, semua masuk dalam perintah ini : “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh)".
Pada ayat yang sama, kita dilarang mengikuti jejak langkah syaithan, karena sikap mengikuti jejak-jejak syaithan bertolak belakang dengan Islam yang kaffah.
Sementara pada ayat yang lain, Allah SWT juga menyebutkan tentang kebiasaan kaum Yahudi (Ahlul Kitab). Yaitu ketika Allah turunkan kepada mereka Kitab-Nya, Allah mengutus kepada mereka Rasul-Nya, mereka tidak mau mengimani,menjalankan, dan mengamalkan syari’at yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan secara kaffah.
Ini adalah akhlak Yahudi. Allah SWT menyatakan tentang mereka:“ Apakah kalian ini mau beriman kepada sebagian Al Kitab (Taurot) sementara kalian tidak mau beriman, tidak mau mengamalkan dengan syari’at yang lainnya,tidaklah balasan bagi orang-orang yang berbuat seperti ini diantara kalian,kecuali kehinaan di dunia. Dan pada Hari Kiamat nanti mereka akan dikembalikan ke sekeras-keras adzab. Tidaklah Allah sekali-kali lalai dari apa yang kalian lakukan. ” (Al-qur'an Surat Al-Baqarah : 85).
   Ayat yang kedua ini sebagai peringatan : Bahwa kita dilarang meniru akhlak dan cara kaum Yahudi dalam beragama. Yaitu mereka mau menerima syari’at Allah SWT yang Allah turunkan dalam kitab Taurat atau disampaikan Rasul-Nya pada waktu itu jika syari’at tersebut tidak bertentangan dengan hawa nafsu mereka. Namun jika syari’at tersebut menurut pandangan mereka jika diterapkan dapat menghalangi kepentingan duniawi, kepentingan hawa nafsu dan syahwat mereka, atau tidak bisa diterima oleh akal logika mereka yang sempit, maka mereka tidak mau beriman dan mengamalkan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut. 
Barangsiapa yang berbuat seperti itu, maka sungguh balasannya adalah kehinaan didunia dan adzab di akhirat nanti lebih keras lagi. AllahSubhanahu wa Ta’ala tidak akan lalai terhadap apa yang kita lakukan ini.